Membaca Aksara Jepang

Seorang kawan dengan bangga mengatakan kepada saya kalau dirinya sekarang sudah bisa membaca aksara Jepang. Setelah enam bulan belajar, dia sudah bisa membaca tulisan yang ditulis dengan katakana dan hiragana dengan lancar. Wow, waktu yang cukup lama untuk belajar aksara. Kemudian dia membuka sebuah buku teks dan menjelaskan satu persatu isi buku tersebut. Buku ini mengajari dua jenis aksara Jepang: katakana dan hiragana, katakana cenderung bersudut sementara hiragana cenderung lentur. Pada beberapa halaman spesial kawan tersebut akan membacakan tulisan Jepang kepada saya. Saya yang tidak tahu-menahu tentang aksara Jepang cuma bisa manggut-manggut.

Dikatakan saya tidak tahu sama sekali tentang aksara Jepang sebenarnya kurang tepat juga. Sewaktu SD saya pernah membuat sandi pribadi. Sandi itu adalah enkripsi aksara latin ke aksara baru (sebut saja aksara X), bentuk sandi tersebut saya ambil dari "huruf aneh" yang saya temukan dari sebuah majalah (dikemudian hari saya baru tahu kalau huruf aneh tersebut adalah aksara Jepang :D ). Huruf aneh itu saya acak lalu saya pasangkan dengan alfabet. Untuk lebih merumitkan enkripsinya, saya menciptakan arah menulis yang tidak lazim yang tidak akan saya sebutkan di sini :P (rahasia, bok!). Semenjak itu saya bisa menuliskan hal-hal pribadi tanpa bisa dibaca oleh orang lain.



Buku yang ada di tangan kawan saya tersebut terdiri dari banyak bab. Pada masing-masing bab ada foto yang memperlihatkan baligo, papan nama toko, papan tulis, rambu lalu lintas, papan pemberitahuan di bandara, dsb., tulisan pada foto ditulis dalam aksara hiragana atau katakana. Ada pola yang saya perhatikan. Di balik halaman pembuka pada masing-masing bab terdapat halaman kosong, sebenarnya halaman "kosong"ini tidak benar-benar kosong karena terdapat petunjuk dalam aksara latin yang menjelaskan bacaan untuk masing-masing tulisan Jepang pada halaman sebelumnya. Kertas buku ini cukup tipis sehingga petunjuk ini dapat terbaca dengan jelas dari halaman sebaliknya yang nota bene adalah halaman pembuka bab.

"Sebenarnya tidak butuh waktu lama untuk belajar aksara Jepang, itu kesimpulan yang saya ambil, bahkan sekarangpun saya sudah bisa membaca aksara Jepang," itu yang saya katakan kepada kawan saya. Dia heran dan (tentu saja) tidak percaya. lalu saya menantang kawan saya tersebut, "Kamu liahat tulisan pada foto-foto ini? Saya bisa membacanya!" Kawan tersebut mulai menunjuk foto demi foto untuk saya baca tulisan yang ada di dalamnya. Tentu dalam beberapa detik saja saya bisa membaca tulisan pada foto-foto. Karena penasaran, kawan tersebut meneruskan tantangan ini dengan menunjuk pada foto-foto lain pada buku tersebut, dan sudah bisa ditebak kalau saya bisa membaca tulisan yang ada di foto tersebut, bahkan saya juga bisa menyebutkan arti tulisan tersebut. semakin heranlah kawan tersebut.

"Jadi, membaca huruf asing itu bisa dipelajari dengan mudah dalam waktu singkat, tidak perlu menghabiskan uang jutaan rupiah," saya memberi komentar.

Tentu saja begitu keadaannya. Ketika lahir kita tidak bisa membaca apa-apa. Sampai tiba masanya, seseorang mengajari aksara kepada kita. Semenjak kecil kita didoktrin untuk bisa membaca tulisan latin (untuk tujuan baik tentunya), yang kita perlukan adalah mencari petunjuk untuk masing-masing huruf-huruf tersebut. Masing-masing huruf adalah unik, sehingga untuk mengenali sebuah huruf maka kita harus membedakannya dengan huruf lain, begitu (menurut saya) cara otak kita bekerja mengenali huruf. Huruf "A" misalnya, kita kenali sebagai "aa" karena bentuk hurufnya berbeda dengan huruf "B" atau "C" atau "W". Ada perbedaan bentuk, itu petunjuknya. Tentunya kita tidak diberi kesempatan untuk bertanya; kenapa "A" dibaca "aa"?

Usaha lain untuk mengenali petunjuk adalah dengan mengikuti petunjuk dari referensi lain. Kalau dalam kasus saya, membaca aksara Jepang adalah dengan mencari petunjuk aksara latin yang saya temukan di balik lembar kertas, tricky but useful. Kasus lain yang terkenal adalah penggunaan Batu Rosetta oleh ilmuwan untuk membaca hiroglif pada dinding-dinding bangunan Mesir Kuno.

Kembali ke kawan saya yang masih penasaran tersebut. Dia mungkin jadi lemas karena tahu bahwa aksara Jepang bisa dipelajari secepat itu. Wajar kalau dia tidak mengetahui trik "petunjuk tersembunyi" karena selama mempelajari buku tersebut pikiran kawan tersebut sudah terbiasa untuk mengikuti petunjuk yang tertulis jelas di buku tersebut.

Saya tidak mau terlena dengan "trik membaca" yang saya punya, karenan itu, sebelum berpisah saya menyempatkan diri untuk meminjam buku teks tersebut, siapa tahu saya bisa mengenali aksara Jepang ini dengan mengenali perbedaan satu huruf dengan huruf lain, sebuah metode belajar kuno yang sering kita terapkan.

Postingan ini bisa jadi sebuah pembenaran, sekaligus buah pikiran :P. Ai shi teru :D.

Comments

Popular Posts