Alienated Consciousness = Cogito Ergo Sum

Rene Descartes memulai perjalanan pemikirannya dan perjalan pemikiran era modern dengan menelurkan gagasan Cogito ergo sum melalui bukunya Wacana Tentang Metode. Paradigma baru ini menuntun masyarakat Eropa dari masa kegelapan menuju masa kelahiran.

Cogito ergo sum tak lain berarti "Saya berpikir, maka saya ada/ I think, therefore I am". Kesadaran jenis ini adalah kesadaran yang bersifat mempertanyakan kebenaran semua yang telah "ada", menolak otoritas yang selama ini merongrong manusia Eropa. Memang pada waktu itu Eropa dikuasai oleh penguasa lalim yang bekerja sama dengan Gereja untuk menindas rakyat. Dari sini kita dapat membayangkan keadaan awal; permasalahan seperti apakah yang akan dipecahkan oleh paradigma baru ini? Feodalisme, keotoriteran, dehumanisasi.

Sejalan dengan itu alam bagi Descartes adalah bagaikan mesin jam mekanik. Semua yang ada di alam ini harus kita bahasakan dalam bahasa yang satu yaitu bahasa matematik.

Pandangan ini didahului dengan pandangan humanisme Eropa (Erasmus), kosmologi baru (Copernicus), pembaharuan gereja (Martin Luther). Menyusul setelah kelahiran Cogito ergo sum adalah analisa alam mekanistik Newton melalui hukum-hukumnya dan teori gravitasi.

Puncak pencapaian Eropa (setelah masa kelahiran, Renasissance) adalah masa pencerahan (Aufklarung). Dari sini, selain Newton, muncul Kant, Rousseau, Franklin (Amerika), Locke, Montesquieu. Revolusi Industri dan Revolusi Perancis adalah produk kebudayaannya. Sungguh ledakan pemikiran yang luar biasa!

Paradigma baru ini: subjektif-mekanistik-empirik-induktif-humanistik (jika mau disebutkan beberapa) ternyata menghasilkan kepongahan gaya baru.

Dulu ada kaum feodal, sekarang? muncul kaum borjuis. Dulu manusia dipojokkan di sudut dunia, sekarang? manusia dipuja sedemikian tingginya. Ternyata tidak semua permasalahan berhasil diselesaikan oleh paradigma baru ini.

Bangsa Eropa kemudian menjadi rakus bagaikan serigala. Penjelajahan dunia besar-besaran mulai dilakukan (karena bandar Konstantinopel sudah jatuh ke tangan Turki Ustmani). Penjajahan berabad-abad terhadap Indonesia adalah bukti ketamakan VOC yang memonopoli rempah-rempah, Portugal merangsek ke Timor, EIC menyerbu India, Perancis merangsek Afrika (lalu memperdagangkan budak-budak Afrika ke Amerika), dan puncaknya adalah keberhasilan penemuan Amerika oleh Colombus yang berlanjut dengan kolonisasi Amerika dan menghancurkan suku-suku Indian. Ya, mereka bergerak tanpa etika, otaknya mekanistik-deterministik, hatinya barbar.

Tidak cuma memperdagangkan hal-hal yang berupa fisik belaka (jual beli rempah-rempah, narkotika, manusia), Eropa kemudian mulai mengaanggap remeh budaya penduduk asli (budaya ini yang membuat penduduk asli bisa bertahan dan berkembang selama ini). Mereka mengaggap kebudayaan penduduk koloni adalah rendah, inferior, dan tidak modern. Karena itu Eropa menganggap memperlakukan penduduk asli sebagai budak, dan mereka lebih rendah daripada bangsa Eropa. Ya, penduduk asli mereka anggap tak ubahnya binatang.

Budak-budak murah dari Afrika diekspor ke Eropa dan Amerika untuk dibeli dan dijadikan pekerja kasar oleh tuan tanah. Mereka ditumpukkan pada kapal-kapal layaknya ikan sarden dalam kaleng sarden, dan tebak; kapal itu tentu digerakkan dengan tenaga uap. Dari ribuan yang diangkut, sebagian tewas diperjalanan karena tidak mendapat perlakuan yang layak (karena meraka hanyalah hewan!).

Dari sini mulai muncul sejarawan rasis yang meriwayatkan bahwa manusia Eropa adalah manusia terbaik, sementara bangsa jajahan adalah "produk-gagal" sebagai kasta terrendah. Pernahkah kita membayangkan monster yang berpikiran seperti ini?

Penduduk asli telah direndahkan sedemikian rupa, dilecehkan identitasnya, dipecahbelah dan diadudomba. Semua dilakukan demi mempermudah kegiatan jajah-menjajah mereka. Terang saja, apabila identitas seseorang telah dirontokkan sedemikian rendahnya maka seseorang tersebut dapat kita ikatkan tali pada lehernya dan kemudian kita tarik layaknya kerbau.

Alam pun ditaklukkan, tentu dengan tenaga penduduk asli (kerja rodi), Knowledge is power, ya, dengan mengetahui maka kita dapat menguasai. Pandangan ini tidak dikontrol dengan akal sehat melainkan dengan ketamakan. Pohon-pohon digunduli untuk dijadikan kapal laut, batubara dan minyak bumi digali untuk membakar mesin uap di negeri Eropa yang tidak saja menghasilkan mesin jahit tetapi juga mencemari alam. Tapi Eropa tidak peduli, alam hanyalah objek yang dapat kita ekploitasi. Yang kita pikirkan saat ini adalah subjek, itu saja!

Sekarang paradigma ini masih dipegang. Krisis ekologi adalah hasil dari keterasingan subjek (manusia) dari objek (alam, eastern, dll). Benar, krisi ekologi menganga di depan mata. Tak peduli dengan "indeks kandungan untuk udara bersih" atau istilah semacamnya yang tentu dapat dimanipulasi. Satu yang nyata adalah alam tengah krisis, akibat ulah manusia sendiri dengan paradigma teralienasinya; Cogito ergo sum.

Kita mengakui bahwa paradigma ini telah memberikan kemajuan teknologi (di lain pihak ada yang mengatakan teknologi justru mendehumanisasi manusia; bayangkan bagaimana seorang eksekutif muda tanpa telepon genggam?) tetapi di (banyak) sisi yang lain kita justru mengalami penurunan.

Kita tentu kembali teringat masa pencerahan di mana terjadi kesalahan paradigma feodalisme yang kemudian diganti dengan paradigma Descartes. Nah, jika paradigma Descartes tidak berhasil memberikan pemahaman menuju sesuatu yang lebih baik maka kita harus siap untuk mencari (menemukan kembali) paradigma baru untuk memperbaiki paradigma teralienasi ini. Paradigma apakah itu? Mari kita temukan (atau sudah ditemukan tetapi terganjal hegemoni kapitalisme yang tak lain buah terbaru dari era modern?). Yang jelas kita harus, terlebih dahulu, menemukan identitas kita yang telah dirampas selama berabad-abad sehingga kita menjadi tahu: siapa kita, mau ke mana?, dan mau apa?

Yang jelas diskursus posmodern terlalu bias dan belum memberikan hasil yang signifikan. Werner Heisenberg menyadari bahwa paradigma "modern" Renaissance sudah begitu merasuk ke dalam kehidupan umat manusia dan dibutuhkan bertahun-tahun untuk memberikan kesadaran baru bagi umat manusia.

Comments

Anonymous said…
byk pengetahuan di tulisan kamu ya :)

teruslah menulis

Popular Posts