Go Open Source


Saya kaget membaca sebuah harian pagi yang memberitakan bahwa pemerintah gagal membeli Sistem Operasi bikinan Microsoft lantaran tidak ada budget dari APBN. Pemerintah memang telah menandatangani nota kesepakatan pembelian produk legal Microsoft.

Yang membuat saya kaget bukan karena ketidak-adaan budget melainkan karena pemerintah terlalu "bodoh" untuk latah membeli produk buatan Microsoft. Kenapa harus Micrsosoft? Itu adalah pertanyaan pertama yang ada di benak saya. Dari sekian banyak pilihan Sistem Operasi, produk Microsoft justru yang paling banyak celahnya. Lalu apabila kita perbandingkan dari segi dukungan perangkat lunak-penunjang-birokrasi, produk buatan banyak penyelenggara Open Source jauh lebih baik. Contohnya Open Office bikinan SUN Microsystem yang berhasil mendepak Microsoft Office sebagai perangkat Word Processing terbaik di dunia.

Padahal seminggu kemudian Menristek merekomendasikan agar Indonesia menggunakan Open Source [1]. Tentu terlihat ada ketidakkompakan di sini. Sebaiknya pemerintah memiliki satu kata, dengan catatan dipikir dengan matang terlebih dahulu alasan yang melatar belakangi pengambilan keputusan.

Saya menerawang, ada unsur proyek yang bermain di sini. Pejabat pemerintah berusaha mendapatkan keuntungan pribadi di balik pembelian Sistem Operasi buatan Microsoft (kalau terrealisasi). Pejabat ini merasa sangat sejahtera dengan bagian yang didapatnya dari kongkalikong ini. Padahal apabila si pejabat berpikir lebih jauh, justru keuntungan yang dia dapatkan adalah sebagian kecil saja dari keuntungan yang diperoleh perusahaan perangkat lunak milik Bill Gates ini. Artinya uang negara malah masuk ke kantong asing yang jelas-jelas sudah kaya namun pelit bin tamak.

Saya mendukung rekomendasi dari Menristek, yaitu penggunaaan Open Source. Akan lebih setuju lagi apabila Menristek melakukan koordinasi dengan departemen lain untuk memacu pengembangan Open Source buatan anak negeri. Kemudian produk anak negeri ini dibeli oleh pemerintah. Sehingga uangnya akan jatuh ke negeri sendiri dan kemampuan dan penghargaan terhadap IT tanah air meningkat. Dan, ingat berapa besar pajak yang diterima negara apabila perusahaan pengada IT di tanah air yang produknya digunakan oleh bangsa sendiri adalah perusahaan bikinan dalam negeri sendiri? Waw! Kalau begitu kita bisa mandiri.

Pemikiran ini bukannya mengada-ada, kemampuan anak negeri di bidang IT tidak kalah dibandingkan dengan kemampuan orang luar. Yang kurang adalah kemampuan kita mengenal karakter diri kita sendiri dan menyemangati diri kita sendiri. Bukankah India yang pada awal 90-an masih kalah IT-nya malah sekarang melejit menjadi salah satu kekuatan IT dunia. Pada waktu itu pemerintah India melakukan perlindungan produk dalam negeri dan memberhentikan impor hardware dari luar negeri. Kemudian sentra-sentra cendikia diberikan suntikan dana untuk berkembang sendiri. Semangat yang sama ketika India mencoba bebas dari penjajahan Inggris pada pertengahan abad 20.

Comments

Iman Brotoseno said…
lain India lain Indonesia..India selalu berusaha mandiri , mungkin terbiasa dengan prinsip swadesinya Mahatma Gandhi...kita ? walahualam
Anton William said…
Ya, kepemimpinan Ghandi memang dahsyat mas. Swadesi terbukti memajukan IT india dan memukul Inggris. Salam kenal :)
Sabudi Prasetyo said…
ya...satu lagi...bahasa inggris dan mathnya kuat, dari kecil sdh belajar bhs inggris, dikantor2, kampus2 semua pake inggris selain jg bahasa mereka sendiri Hindi. Kalo Indonesia pake inggris sehari2 gimana ya?

Popular Posts